Rabu, 05 Juni 2013

Konsep dasar hukum internasional :)

“Konsep Dasar Hukum Internasional”
Hukum internasional sering juga disebut hukum bangsa-bangsa, hukum antar bangsa, atau hukum antar Negara. istilah-istilaln tersebut merupakan terjemahan dari bahasa asing, scperti law of nations droit de gens, atau Voelkerrecht, Namun demikian, jika diperhatikan, istilah-istilah yang dipakai itu menunjukkan perkembangan dari pengertian hokum internasional itu sendiri.

Hukum internasional atauHukum bangsa-bangsa (law of nation, droit de gens, atau Voeikerrecht ) yang berasal dari istilah dalam hukum Romawi, “ius gentium”, dalam arti yang semula bukanhanya bcrarti hukum yang berlaku di antara bangsa-bangsa, tetapi juga merupakan kaidah-kaidah dan asa-asas hukum yang mengatur hubungan antara orang romawi dan orang bukan Romawi, serta orang bukan Romawi satu sama lain. Hal itu dapat terjadi karena berada dalam suasana kehidupan masa imperium (kerajaan).

Dalam perkembangannya, terutama karena perubahan peta bumi politik (setelah perang dunia II), muncullah Negara-negara baru, yang dikenal sebagai zamannya Negara-negara(nation-state). Oleh karena itu, dipakai istilah  hukum antarbangsa atau hukum antar negara sebaga ikaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan antara anggota-anggota masyarakat bangsa-bangsa atau Negara-negara, dalam pengertian nama Negara-negara yang kita kenal sekarang ini,seperti Indonesia, India, dan Malaysia.

Perkembangam selanjutnya, ketika subjek hukum internasional, tidak hanya Negara, tapi juga mencakup orang perorangan (individu}, tahta suci, palang merah intenasional , dan organisasi internasionai, istilah yang dipakai pun menjadi hukum internasional.

Hukum internasiona merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara anggota Masyarakat internasional yang sederajat dalam hal ini kita periu memahami pemakain istilah“masyarakat internasiona” dan “Negara dunia" 

Hukum Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara:
      negara dengan negara;
      negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain.

Berdasarkan perkembangan dunia saat ini, ada beberapa pakar hokum internasional yang mengungkapkan istilah yang tepat untuk hokum internasional. Mereka ada yang menyebut hokum dunia (world law). Menurut Mochtar Kusumaatmadja, dalam buku “Pengantar Hukum Internasional”, kedua istilah tersebut ada kemungkinannya. Jika kita memilih istilah “Hukum Internasional” (sebagai tertib koordinasi), hal hal itu lebih sesuai dengan kenyataan dunia saat ini, sedangkan istilah “hokum dunia” (sebagai tertib hukum subordinasi) merupakan suatu hal yang saat ini masih jauh dari kenyataan.
Makna hukum internasional, dapat diaartikan sebagai sekumpulan hokum yang sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang mengatur tentang perilaku yang harus ditaati oleh Negara-negara dan oleh karena itu harus di taati dalam hubungannya dengan Negara lain.
Jika dilihat dari dari persoalan yang dibahas, hokum internasional (International Law) dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a.       Hokum perdata internasional, yaitu keseluruhan peraturan dan asas hokum tentang persoalan-persoalan perdata antarwarga Negara yang melintasi batas Negara.
b.      Hokum public internasional (hokum antarnegara), yaitu hokum tentang persoalan-persoalan yang melintasi batas Negara yang bukan bersifat perdata. Misalnya pengiriman duta, batas wilayah suatu Negara, ekstradisi, dan sebaginya. Hokum public inilah yang sering dibahas sebagai hokum internasional.
Dengan demikian, persamaan antara hukum internasional (publik) dan hokum perdata internasional ialah keduamya mengatur hubungan-hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas Negara-negara (internasional), sedangkan perbedaannya terletak dalam sifat hukum dari hubungan atau persoalan yang diaturnya (obyeknya).
                Adapun dalam arti modern, hokum internasioanl dapat dibagi dua, yaitu :
a.       Hokum tertulis adalah hokum internasional yang berupa perjanjian antarnegara dalam bentuk tertulis (International Agreement Inwritten Form).
b.      Hokum tidak tertulis adalah hokum internasional antarnegara dan subjek hokum lainnya dalam bentuk tidak tertulis (International Agreement Not in Written Form), misalnya pernyataan Presiden Prancis George Pompidow kepada masyarakat dunia untuk tidak mengulang percobaan bom nuklir.
Beberapa sarjana menyatakan pendapatnya tentang hokum internasional, antara lain :
a.       Hugo de Groot  (Grotius), dalam bukunya De Jure Belli ac Pacis (perihal perang dan damai) mengemukakan bahwa hokum dan hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua Negara. Ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan diri di dalamnya.
b.      Sam Suhaedi, berpendapat bahwa hokum internasional merupakan himpunan aturan-aturan, norma-norma, dan asas yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat internasional.
c.       J.G. Strake, menyebutkan bahwa hokum internasional adalah sekumpulan huku (body of law) yang sebagian besar terdiri atas asas-asas dan karena itu biasanya ditati dalam hubungan Negara-negara satu sama lain.
d.      Mochtar Kusumaatmadja, menyatakan bahwa hokum internasional adalah keseluruhan kiedah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas Negara, anatara Negara dengan Negara, dan Negara dengan subjek hokum internasional lainyya yang bukan Negara atau subjek hokum bukan Negara satu sama lain.
e.      Prof. Charles Cheney Hyde, dalam bukunya “Internationaln Law” yang meliputi peraturan-peraturan hokum mengenai pelaksanaan fungsi lembaga-lembaga, organisai-organisai internasioanl, hubungan lembaga-lembaga dan organisasi-organisai itu masing-masing, serta hubungannya dengan Negara-negara dan individu-individu, dan peraturan-peraturan hokum tersebut mengenai individu-individu dan kesatuan-kesatuan bukan Negara, sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban individu dan kesatuan itu merupakan masalah persekutuan internasional.
Dari beberapa definisi hokum internasional di atas, kita dapat menyimoulkan bahwa hokum internasional merupakan hokum yang mengatur hubungan hokum antarnegara dan Negara, Negara dan subjek hokum lain bukan Negara, atau subjek hokum bukan Negara satu sama lain.
“Asas Hukum Internasional”
Hokum internasional diberlakukan dalam rangka menjaga hubungan dan kerja sama antaar Negara. Karena itu, hokum tersebut tidak boleh dibuat tanpa memperhatikan kepentingan masing-masing Negara. Untuk itu diperlukan asas hokum internasional dalam rangka menjalin hubungan antarbangsa. Asas-asas tersebut, yaitu :
a.       Asas territorial
Asas territorial didasarkan pada kekuasan Negara atas daerahnya. Menurut asas ini, Negara melaksanakan hokum bagi semua orang dan semua barang yang ada di wilayahnya. Jadi, terhadap semua barang atau orang yang berada di luar wilayah tersebut berlaku hokum asimg (internasional) sepenuhnya.
b.      Asas kebangsaan
Asas kebangsaan didasarkan pada kekuasaan Negara untuk mengatur warga negaranya. Menurut asas ini, semua warga Negara dimanapun berada, tetap berada dibawah jangkauan hokum Negara asalnya. Asas ini mempunyai kekuatan extratorial. Artinya, hokum suatu Negara tetap berlaku bagi warga negaranya, walupun dia berada di Negara lain.
c.       Asas kepentingan umum
Asas kepentingan umum didasarkan kewenengan negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini, Negara dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan peristiwa yang bersangkut paut dengan kepentingan umum. Jadi, hokum tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu Negara. Asas kepentingan umum terbagi ke dalam dua bagian, yaitu :
1.       Asas persamaan derajat
Hubungan antarbangsa hendaknya didasarkan pada asas bahwa Negara yang berhubungan adalah Negara yang berdaulat. Secara formal Negara-negara di dunia sudah sama derajatnya. Tetapi secara factual dan substansial masih terjadi ketidaksamaan derajat, khususnya dalam bidang ekonomi.
2.       Asas keterbukaan
Dalam hubungan antarbangsa yang berdasarkan hokum internasional, diperlukan adanya kesedian masing-masing pihak untuk memberikan informasi secara jujur dan dilandasi rasa keadilan.

Terdapat juga asas hokum public internasional yaitu :
1.       Asas equality, yaitu asas persamaan derajat di antara Negara yang mengadakan hubungan.
2.       Asas courtesy, yaitu adanya saling menghormati antarnegara  yang mengadakan hubungan.
3.       Asas reciprocity, yaitu adanya hubungan timbal balik dan saling menguntungkan antarnegara yang mengadakan hubungan.
4.       Asas sunt servada, yaitu harus adanya kejujuran antarpihak dalam menaati perjanjian yang disepakati.
keempat asas ini menjadi kekuatan hokum dan moral bagi semua Negara yang mengikatkan diri dalam perjanjian internasional. Asas ini dapat diaartikan bahwa setiap perjanjian internasional yang telah disepakati bersama harus ditaati dan dilaksanakan oleh semua pihak tanpa ada pengingkaran (pasal 26 Konvensi Wina 1969). Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan kerugiaan bagi Negara yang mengikat diri.
Dalam perjanjian internasional pun dikenal asas jus cogenst, maksudnya bahwa perjanjian internasional dapat batal demi hokum jika pada pembentukannya bertentangan dengan suatu kaidah dasar hokum internasional umum (pasal 53 Konvensi Wina 1969). Jika timbul jus cogenst baru, maka perjanjian internasional yang mengandung jus cogenst tidak berlaku lagi dan para Negara dibebaskan dari kewajiban-kewajiban untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan perjanjian tersebut. Namun demikian, hak-hak dan kewajiban-kewajiban hokum serta keadaan hokum tertentu yang telah diperoleh Negara peserta berdasarkan perjanjian tersebut tidak langsung menjadi batal, kecuali bila hak, kewajiban, dan keadaan tersebut jelas bertentangan dengan jus cogenst yang baru (pasal 7 Konvensi Wina 1969).
Adapun salah satu asas dalam hokum pidana internasional adalah nebis in dem. Maksud dari asas tersebut adalah sebagai berikut :
1.       Tidak seorang pun dapat diadili sehubungan dengan perbuatan kejahatan yang untuk itu bersangkutan telah diputus bersalah atau dibebaskan, kecuali apabila dalam status karena keaadaan tertentu ada ketentuan yang memungkinkan untuk itu.
2.       Tidak seorang pun dapat diadili di pengadilan lain untuk kejahatan yang di rumuskan dalam pasal 5, di mana orang tersebut telah di hokum atau di bebaskan oleh pengadilan pidana internasional.
3.       Tidak seorang pun yang telah diadili oleh suatu pengadilan di suatu Negara mengenai pebuatan yang dilarang berdasarkan pasal 6, 7, dan pasal 8 boleh diadili berkenan dengan perbuatan yang sama, kecuali jika proses prakara dalam pengadilan dilakukan oleh Negara tertentu.
Adapun pengadilan yang dimaksud :
a.       Bertujuan untuk melindungi orang yang bersangkutan, dari pertanggungjawaban pidana untuk kejahatan yang berbeda di dalam yurisdikasi Mahkamah Pidana Internasional (Internasional Criminal Court).
b.      Perbuatan tidak dilakukan mandiri dan dilakukan dengan cara yang tidak sesuai  dengan alasan diajukannya yang bersangkutan ke depan pengadilan dan tidak selaras dengan kaidah hukukum internasional (pasal 20).


Selain nebis in idem, hokum pidana internasional pun mengenal asas-asas, antara lain :
1.       . asas legalitas (nullum crimen sine lege atau nulla poena sine lege) melalui asas ini hendak diteknakan bahwa ICC hanya dapat menjatuhka pidana hanya berdsarkan pada Statuta Roma 1998. berlakunya asas ini tidak bisa diperluas dengan analogi.
2.        asas non-retroactive ratio personae (asas tidak boleh berlaku surut) ICC hanya dapat menerapkan yuridiksi kriminalnya terhadap suatu kejahatan yang dilakukan setelah Statuta Roma 1998 berlaku efektif, yaitu sejak tanggal 1 Juli 2002 setelah tercapai 60 ratifikasi. Terhadap kejahatan internasional (pelanggaran HAM berat) yang dilakukan sebelum tanggal 1 Juli 2002, ICC tidak mempunyai kewenangan untuk mengadili.
3.        asas pertanggungjawaban pidana secara individual (individual criminal responbility) seorang yang melakukan kejahatan dibawah yurisdiksi ICC hanya dapat dipertanggungjawabkan secara individual. Jadi dalam hal ini ICC tidak dapat menjatuhkan pidana terhadap suatu negara akibata tindak pidana yang dilakukan oleh pejabatanya, meskpun perbuatannya dilakukan oleh pejabatnya, meskipun perbuatanya dilakuka dalam konteks sebagai pimpinana negara.
4.        asas kesalahan fakta atau kesalahan hukum (mistake of fact or mistake of law principle) kesalahan fakta dapat dijadikan dasar untuk dijadikan alasan penghapusan pertanggungjwaban pidana, keculai sikap batin yang disyaratakan oleh kejahatan itu dipenuhi. Sementar itu kesesatan mengenai hukumnya tidak dijadikan alasan penghapus pertanggungjawaban pidana,kecuali sikap batin yang disyaratkan oleh kejahatan itu dipenuhi.
5.       asas ne bis in idem berlakunya asas ne bis in idem ini tidak berlaku absolut, karena berlakunya dibatasi dengan asas complementary yang menjadi asas dasar ICC. Maksudnya ICC dapat mengadili perkara pelanggara HAM berat yang telah diadili/diputus oleh pengadilan suatu negara. Menurut penilaian ICC pengadilan tersebut bertujuan melindungi terdakwa dari pertanggungjawaban pidana dan atau proses pengadilan berjalan tidak bebas atau putusan pengadilan memihak.
6.        asas presumption of innocence seseorang hanya dapat dianggap bersalah setelah adanya keputusna pengadilan yang tetap.
7.        asas responbility of commanders and other superiors seorang komandan (untuk militer) atau atasan (sipil) bertanggungjawab terhadap akibat tindak pidana yang dilakukan oleh bawahannya. dari    Namun ada hal-hal yang mengecualikan pertanggungjawaban tersebut, yaitu terdiri apabila :
a)       bawahan tersebut berada dalam kewajiban hukum untuk menuruti perintah dari pemerintah atau atasan yang bersangkutan;
b)       orang tersebut tidak tahu bahwa perintah itu melawan hukum,
c)       perintah itu tidak nyata-nyata melawan hukum.
Dan  Ada banyak hal yang harus digaris bawahi dalam Statuta Roma ini salah satunya adalah diakuinya prinsip komplementaritas, yaitu bahwa mahkamah pidana internasional merupakan pelengkap bagi yuridiksi pidana nasional (pasal 1). Ini berarti bahwa Mahkamah harus mendahulukan sistem nasional, kecuali jika sistem nasional yang ada benar-benar unable dan/atau unwilling dan pada kahirnya tidak menuntut (decided not the prosecute) pelanggaran HAM berat di negara yang bersangkutan maka ICC dapat mengadilinya.
Sementara itu, dalam hokum diplomatik dan konsuler dikenal asas inviolability dan immunity. Dalam pedoman tertib diplomatik dan protokoler, inviolability merupakan terjemahan dari inviolable yang artinya seorang pejabat diplomatic tidak dapat ditangkap atau ditahan oleh alat perlengkapan Negara penerima dan sebaliknya, Negara penerima berkewajiban untuk mengambil langkah-langkah demi mencegah serangan atas kehormatan dan kekebalan pribadi pejabat diplomatik yang bersangkutan. Berbeda halnya, dengan asas immunity, yang berarti bahwa pejabat diplomatik kebal terhadap yurisdiksi dari hokum Negara penerima, baik hokum pidana, hokum perdata, maupun hokum administrasi. Dalam pedoman tertib diplomatik dan protokolor asas immunity diperinci menjadi tiga bagian, yaitu kekebalan pribadi pejabat diplomatik, kekebalan kantor perwakilan dan rumah kediaman, serta kekebalan terhadap korespondensi perwakilan diplomatik.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar